Malpraktek Dalam Keperawatan

Kamis, 12 Desember 2013


ILMU KEPERAWATAN DASAR 1

MAKALAH
Issue Dalam Dunia Keperawatan
Malpraktek
Konflik Perawat dan Pasien

Dosen Pembimbing :
H. Ns. Hasbi, Am.Kep, S.Kep

Disusun Oleh :
Eko Maulia Mahardika
2013 21 013



S1 Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Baiturrahim Jambi
TA : 2013/2014

1). MALPRAKTEK DALAM KEPERAWATAN
A. Defenisi MALPRAKTEK

Dalam suatu kasus di California tahun 1956 (Guwandi, 1994) mendefinisikan Malpraktik adalah kelalaian dari seorang dokter atau perawat untuk menterapkan tingkat ketrampilan dan pengetahuannya di dalam memberikan pelayanan pengobatan dan perawatan terhadap seorang pasien yang lazim diterapkan dalam mengobati dan merawat orang sakit atau terluka di lingkungan wilayah yang sama (Malpractice is the neglect of a physician or nuse to apply that degree of skil and learning on treating and nursing a patient which is customarily applied in treating and caring for the sick or wounded similiarly in the same community).
Ellis dan Hartley (1998) mengungkapkan bahwa malpraktik merupakan batasan yang spesifik dari kelalaian (negligence) yang ditujukan kepada seseorang yang telah terlatih atau berpendidikan yang menunjukkan kinerjanya sesuai bidang tugas/pekejaannya. Terhadap malpraktek dalam keperawatan maka malpraktik adalah suatu batasan yang dugunakan untuk menggambarkan kelalaian perawat dalam melakukan kewajibannya.
Ada dua istilah yang sering dibicarakan secara bersamaan dalam kaitan malpraktik yaitu kelalaian dan malpratik itu sendiri. Kelalaian adalah melakukan sesuatu dibawah standar yang ditetapkan oleh aturan/hukum guna melindungi orang lain yang bertentangan dengan tindakan-tindakan yang tidak beralasan dan berisko melakukan kesalahan (Keeton, 1984 dalam Leahy dan Kizilay, 1998).
Menurut Hanafiah dan Amir (1999) mengatakan bahwa kelalaian adalah sikap yang kurang hati-hati, yaitu tidak melakukan apa yang seseorang dengan sikap hati-hati melakukannya dengan wajar, atau sebaliknya melakukan apa yang seseorang dengan sikap hati-hati tidak akan melakukannya dalam situasi tersebut.
Guwandi (1994) mengatakan bahwa kelalaian adalah kegagalan untuk bersikap hati-hati yang umumnya seorang yang wajar dan hati-hati akan melakukan di dalam keadaan tersebut , ia merupakan suatu tindakan yang seorang dengan hati-hati yang wajar tidak akan melakukan di dalam keadaan yang sama atau kegagalan untuk melakukan apa yang seorang lain dengan hati-hati yang wajar justru akan melakukan di dalam keadaan yang sama.
Dari pengertian di atas dapat diartikan bahwa kelalaian lebih bersifat ketidaksengajaan, kurang teliti, kurang hati-hati, acuh tak acuh, sembrono, tidak peduli terhadap kepentingan orang lain, namun akibat yang ditimbulkan memang bukanlah menjadi tujuannya. Kelalaian bukanlah suatu pelanggaran hukum atau kejahatan, jika kelalaian itu tidak sampai membawa kerugian atau cedera kepada orang lain dan orang itu dapat menerimanya (Hanafiah & Amir, 1999). Tetapi jika kelalaian itu mengakibatkan kerugian materi, mencelakakan bahkan merengut nyawa orang lain, maka ini dklasifikasikan sebagai kelalaian berat (culpa lata), serius dan kriminal.
Malpraktek tidaklah sama dengan kelalaian. Malpraktik sangat spesifik dan terksait dengan status profesional dari pemberi pelayanan dan standar pelayanan profesional Malpraktik adalah kegagalan seorang profesional (misalnya dokter dan perawat) melakukan sesuai dengan standar profesi yang berlaku bagi seseorang yang karena memiliki ketrampilan dan pendidikan (Vestal,K.W, 1995). Hal ini bih dipertegas oleh Ellis & Hartley (1998) bahwa malpraktik adalah suatu batasan spesifik dari kelalaian. Ini ditujukan pada kelalaian yang dilakukan oleh yang telah terlatih secara khusus atau seseorang yang berpendidikan yang ditampilkan dalam pekerjaannya. Oleh karena itu batasan malpraktik ditujukan untuk menggambarkan kelaliaian oleh perawat dalam melakukan kewjibannya sebagai tenaga keperawatan.
Kelalaian memang termasuk dalam arti malpraktik, tetapi didalam malpraktik tidak selalu harus ada unsur kelalaian. Malpraktik lebih luas daripada negligence.Karena selain mencakup arti kelalaian, istilah malpraktik pun mencakup tindakan-tindakan yang dilakukan dengan sengaja (criminal malpractice) dan melanggar Undang-undang. Didalam arti kesengajaan tersirat ada motifnya (guilty mind) sehingga tuntutannya dapat bersifat perdata atau pidana.



Dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan malpraktik adalah :
  1. Melakukan suatu hal yang seharusnya tidak boleh dilakukan oleh seorang tenaga kesehatan.
  2. Tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan atau melalaikan kewajibannya (negligence)
  3. Melanggar suatu ketentuan menurut atau berdasarkan peraturan perundang-undangan.
B. Malpraktik dalam keperawatan.
Banyak kemungkinan yang dapat memicu perawat melakukan kelalaian atau malpraktik. Perawat dan masyarakat pada umumnya tidak dapat membedakan antara kelalaian dan malpraktik. Walaupun secara nyata jelas penbedaannya sebagaimana telah diuraikan terdahulu. Malpraktik lebih spesifik dan terkait dengan status profesional seseorang misalnya perawat, dokter atau penasehat hukum.
Menurut Vestal, K.W. (1995) mengatakan bahwa untuk mengatakan secara pasti malpraktik ,apabila penggugat dapat menunjukkan dibawah ini :
1.      Duty – Pada saat terjadinya cedera, terkait dengan kewajibanya yaitu kewajiban untuk mempergunakan segala ilmu dan kepandaiannya untuk menyembuhkan atau setidak-tidaknya meringankan beban penderitaan pasiennya berdasarkan stadar profesi. Hubungan perawat-klien menunjukkan bahwa melakukan kewajiban berdasarkan standar keperawatan.
2.      Breach of the duty--- pelanggaran terjadi sehubungan dengan kewajibannya artinya menyimpang dari apa yang seharusnya dilakukan menurut standar profesinya.Pelanggaran yang terjadi terhadap pasien (misalnya kegagalan dalam memenuhi standar keperawatan yang ditetapkan sebagai kebijakan rumah sakit.
3.      Injury – Seseorang mengalami injury atau kerusakan (damage) yang dapat dituntut secara hukum (misalnya pasien mengalami cedera sebagai akibat pelanggaran. Keluhan nyeri, atau adanya penderitaan atau stress emosi dapat dipertimbangkan sebagai akibat cedera hanya jika terkait dengan cedera fisik).
4.      Proximate caused—pelanggaran terhadap kewajibannya menyebabkan/terkait dengan injury yang dialami (misalnya cedera yang terjadi secara langsung berhubungan dengan pelanggaran terhadap kewajiban perawat terhadap pasien).
Sebagai penggugat, harus mampu menunjukkan bukti pada setiap elemen dari keempat elemen di atas. Jika semua elemen itu dapat dibuktikan hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi malpraktik, dan perawat berada pada tuntutan malpraktik. Terhadap tuntutan malpraktik , pelanggaran dapat bersifat pelanggaran :
1.      Pelanggaran etika profesi. Terhadap pelanggaran ini sepenuhnya oleh organisasi profesi ( Majelis Kode Etik Keperawatan) sebagaimana tercamtum pada pasal 26 dan 27 Anggaran Dasar PPNI. Sebagaimana halnya doter, maka perawat pun merupakan tenaga kesehatan yang preofesional yang menghadapi banyak masalah moral/etik sepanjang melaksanakan praktik profesional. Beberapa masalah etik yang sering terjadi pada tenaga keperawatan antara lain moral unpreparedness, moral blindness, amoralism, dan moral fanatism. Untuk menangani masalah etika yang terjadi pada tenaga keperawatan dilakukan organisasi profesi keperawatan (PPNI) melalui Majelis Kode Etik Keperawatan.
2. Sanksi administratif. Berdasarkan Keppres No.56 tahun 1995 dibentuk Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan(MDTK) dalam rangka pemberian perlindungan yang seimbang dan objetif kepada tenaga kesehatan dan masyarakat penerima pelayanan kesehatan. MDTK bertugas meneliti dan menentukan ada atau tidaknya kesalahan atau kelalaian dalam menerapkan standar profesi yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan. Berdasarkan hasil pemeriksaan MDTK akan dilaporkan kepada pejabat kesehatan berwenang untuk mengambil tindakan disiplin terhadap tenaga kesehatan dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tindakan sebagaimana yang dimaksud tidak mengurangi ketentuan pada : pasal 54 ayat (1) dan ayat (2) UU No.23 tahun 1992 tentang Kesehatan, yaitu : (1). Terhadap tenaga kesehatan yang melakukan kesalahan atau kelalaian dalam melaksanakan profesinya dapat dikenakan tindakan disiplin.
(2). Penentuan ada tidaknya kesalahan atau kelalaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditentukan oleh Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan.
Keanggotaan MDTK terdiri dari unsur Sarjana Hukum, ahli kesehatan yang diwakili organisasi profesi di bidang kesehatan, ahli agama, ahli psikologi, dan ahli sosiologi. Organisasi ini berada baik di tingkat pusat, juga ditingkat Propinsi. Sejauh ini di Sulawesi Selatan belum terbentuk MDTK.
3.      Pelanggaran hukum. Pelanggaran dapat bersifat perdata maupun pidana. Pelanggaran yang bersifat perdata sebagaimana pada UU No.23 tahun 1992 pada pasal 55 ayat (1) dan ayat (2) berbunyi:
(1) Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesdalahan atau kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan.
(2). Ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku..
Hal yang berhubungan dengan ganti rugi dapat bersifat negosiasi atau diselesaikan melalui pengadilan. Pelanggaran yang bersifat pidana sebagaimana pada UU No.23 tahun 1992 pada Bab X (Ketentuan Pidana) berupa pidana penjara dan atau pidana denda, atau sebagimana pada pasal 61 dan 62 UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, berbunyi :
Pasal 61 : Penentuan pidana dapat dilakukan terhadap pelaku usaha dan/atau pengurusnya.
Pasal 62 :
(1). Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, pasal 8, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf e, ayat (2), dan Pasal 18 dipidana dengan penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp.2.000.000.000.00 (dua miliar rupiah).
(2). Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 ayat (1) huruf d dan huruf f dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda banyak Rp. 500.000.000.00 (lima ratus juta rupiah).
(3). Terhadap pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku.



C. Bidang pekerjaan perawat yang berisiko melakukan kesalahan :
Caffee (1991) dalam Vestal, K.W. (1995) mengidentifikasi 3 area dimana perawat berisiko melakukan kesalahan yaitu Pada tahap pengkajian keperawatan (assessment errors), Perencanaan keperawatan (planning errors), dan tindakan intervensi keperawatan (intervention errors). Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan sebagai berikut :
1.      Assessment errors, termasuk kegagalan mengumpulkan data/informasi tentang pasien secara adekuat, atau kegagalan mengidentifikasi informasi yang diperlukan seperti data hasil pemeriksaan laboratorium, tanda-tanda vital, atau keluhan pasien yang membutuhkan tindakan segera. Kegagalan dalam pengumpulan data akan berdampak pada ketidaktepatan menetapkan diagnosa keperawatan dan lebih lanjut akan mengakibatkan dalam kesalahan/ketidaktepatan dalam tindakan.
Untuk menghindari kesalahan ini, perawat seharusnya dapat mengumpulkan data dasar secara komprehensif dan mendasar.
2.      Planning errors, termasuk :
a.       Kegagalan mencatat masalah pasien dan kelalaian menuliskan dalan rencana keperawatan.
b.      Kegagalan mengkomunikasikan secara efektif rencana keperawatan yang telah dibuat (misalnya menggunakan bahasa dalam rencana keperawatan dimana perawat yang lain tidak memahami dengan pasti).
c.       Kegagalan memberikan asuhan keperawatan secara berkelanjutan yang disebabkan kurangnya informasi yang diperoleh dari rencana keperawatan.
d.      Kegagalan memberikan instruksi yang dapat dimengerti oleh pasien.
Untuk mencegah kesalahan tersebut diatas, jangan hanya megira-ngira dalam membuat rencana keperawatan tanpa dipertimbangkan dengan sebaik-baiknya. Seharusnya dalam menulisan harus dengan pertimbangan yang jelas dengan berdasarkan masalah pasien. Bila dianggap perlu, lakukan modifikasi rencana berdasarkan data baru yang terkumpul. Rencana harus realistik, berdasarkan standar yang telah ditetapkan termasuk pertimbangan yang diberikan oleh pasien. Komunikasikan secara jelas baik secara lisan maupun dengan tulisan. Bekerja berdasarkan rencana dan dilakukan secara hati-hati instruksi yang ada. Setiap pendapatnya perlu divalidasi dengan teliti.
3.      Intervention errors, termasuk kegagalan menginterpretasikan dan melaksanakan tindakan kolaborasi, kegagalan melakukan asuhan keperawatan secara hati-hati, kegagalan mengikuti/mencatat order/perintah dari dokter atau dari supervisor. Kesalahan pada tindakan keperawatan yang sering terjadi adalah kesalahan dalam membaca perintah/order, mengidentifikasi pasien sebelum dilakukan tindakan/prosedur, memberikan obat, dan terapi pembatasan (restrictive therapy). Dari seluruh kegiatan ini yang paling berbahaya nampaknya pada tindakan pemberian obat, oleh karena itu perlunya komunikasi baik diantara anggota tim kesehatan maupun terhadap pasien dan keluarganya.
Untuk menghindari kesalahan ini, sebaiknya rumah sakit tetap melaksanakan program pendidikan berkelanjutan (Continuing Nursing Education).

Beberapa contoh kesalahan perawat :
1.      Pada pasien usia lanjut, pasien mengalami disorientasi pada saat berada diruang perawatan. Perawat tidak membuat rencana keperawatan guna memonitoring dan mempertahankan keamanan pasien dengan memasang penghalang tempat tidur. Sebagai akibat disorientasi, pasien kemudian terjatuh dari tempat tidur pada waktu malam hari dan pasien mengalami patah tulang tungkai.
2.      Pada pasien dengan pasca bedah disarankan untuk melakukan ambulasi. Perawat secara drastis menganjurkan pasien melakukan mobilisasi berjalan, pada hal disaat itu pasien mengalami demam, denyut nadi cepat, dan mengeluh nyeri abdomen. Perawat melakukan ambulasi pada pasien sesuai rencana keperawatan yang telah dibuat tanpa mengkaji terlebih dahulu kondisi pasien. Pasien kemudian bangun dan berjalan, pasien mengeluh pusing dan jatuh sehingga pasien mengalami trauma kepala.
D. Bagaimana mencegah adanya tuntutan malpraktik
Sangat perlu bagi seorang perawat beru[aya melakukan sesuatu guna mencegah terjadinya tuntutan malpraktik yaitu upaya mempertahankan standar pelayanan/asuhan yaqng berkualitas tinggi. Hal ini dilakukan dalam pekerjaan sebagai perawat yaitu meningkatkan kemampuan dalam praktik keperaweatan dan menciptakan iklim yang dapat mendorong peningkatan praktik keperawatan., yaitu :
1.      kesadaran diri (self-awareness):
Yaitu mengidentifikasi dan memahami pada diri sendiri tentang kekutan dan kelamahan dalam praktik keperawatan. Bila terindentifikasi akan kelemahan yang dimiliki maka berusahalah untuk mencari penyelesaiannya. Beberapa hal yang dapat dilakukan yaitu melalui pendidikan, pengalaman langsung, atau berdiskusi dengan teman sekerja/kolega. Apabila berhubungan seorang supervisor, sebaiknya bersikap terbuka akan kelemahannnya dan jangan menerima tanggung jawab dimana perawat yang bersangkutan belum siap untuk itu. Jangan menerima suatu jabatan atau pekerjaan kalau menurut kriteria yang ada tidak dapat dipenuhi.
2.      Beradaptasi terhadap tugas yang diemban
Tenaga keperawatan yang diberika tugas pada suatu unit perawatan dimana dia merasa kurang berpengalaman dalam merawat pasien yang ada di unit tersebut, maka sebaiknya perawat perlu mengikuti program orientasi/program adaptasi di unit tersebut. Perawat perlu berkonsultasio dengan perawat senior yang aa diunit terbut
3.      Mengikuti kebijakan dan prosedur yang ditetapkan
Seorangmperawat dalam melaksanakan tugasnya harus sealu mempertimbangkan kebijakan dan prosedur yang berlaku di unit tersebut. Ikuti kebijakan dan prosedur yang berlaku secara cermat, misalnya kebijakan/prosedur yang berhubungan dengan pemberian obat pada pasien.
4.      Mengevaluasi kebijakan dan prosedur yang berlaku
Ilmu pengetahuan dan tehnologi keperawatan bersifat dinamis artinya berkembang secara terus menerus. Dalam perkembangannya, kemungkinan kebijakan dan prosedur yang ada diperlukan guna menyesuaikan dengan perkembangan yang terjadi. Oleh krena itu itu ada kebutuhan untuk menyeuaikan kebijakan dan proseudr atau protokol tertentu. Untuk itu merupakan tanggung jawab perawat profesional bekerja guna mempertahankan mutu pelayanan sesuai dengan tuntutan perkembangan.
5.      Pendokumentasian
Pencatatan perawat dapat dikatakan sesuatu yang unit dalam tatanan pelayanan kesehatan, karena kegiatan ini dilakukan selama 24 jam. Aspa yang dicatat oleh perawat merupakan faktor yang krusial guna menghindari suatu tuntutan. Dokumentasi dalam suatu pencatatan adalah laporan tentang pengamatan yang dilakukan, keputusan yang diambil, kegiatan yang dilakukan, dan penilaian terhadap respon pasien.
Oleh karena setiap kasus ditentukan adanya fakta yang mednkung suatu tuntutan, maka diperlukan pencatatan yang jelas dan relevan. Pencatatan diperlukan secara jelas, benar, dan jelas sehingga dapat dipahami.
Vestal, K.W (1995) memberikan pedoman guna mencegah terjadinya malpraktik, sebagai berikut :
1.      Berikan kasih sayang kepada pasien sebagaimana anda mengasihi diri sendiri. Layani pasien dan keluarganya dengan jujur dan penuh rasa hormat.
2.      Gunakan pengetahuan keperawatan untuk menetapkan diagnosa keperawatan yang tepat dan laksanakan intervensi keperawatan yang diperlukan. Perawat mempunyai kewajiban untuk menyusun pengkajian dan melaksanakan pengkajian dengan benar.
3.      Utamakan kepentingan pasien. Jika tim kesehatan lainnya ragu-ragu terhadap tindakan yang akan dilakukan atau kurang merespon terhadap perubahan kondisi pasien, diskusikan bersama dengan tim keperawatan guna memberikan masukan yang diperlukan bagi tim kesehatan lainnya.
4.      Tanyakan saran/order yang diberikan oleh dokter jika : Perintah tidak jelas,masalah itu ditanyakan oleh pasien atau pasien menolak, tindakan yang meragukan atau tidak tepat sehubungan dengan perubahan dari kondisi kesehatan pasien. Terima perintah dengan jelas dan tertulis.
5.      Tingkatkan kemampuan anda secara terus menerus, sehingga pengetahuan/kemampuan yang dimiliki senantiasa up-to-date. Ikuti perkemangan yang terbaru yang terjadi di lapangan pekerjaan dan bekerjalah berdasarkan pedoman yang berlaku.
6.      Jangan melakukan tindakan dimana tindakan itu belum anda kuasai.
7.      Laksanakan asuhan keperawatan berdasarkan model proses keperawatan. Hindari kekurang hati-hatian dalam memberikan asuhan keperawatan.
8.      Catatlah rencana keperawatan dan respon pasien selama dalam asuhan keperawatan. Nyatakanlah secara jelas dan lengkap. Catatlah sesegera mungkin fakta yang anda observasi secara jelas.
9.      Lakukan konsultasi dengan anggota tim lainnya. Biasakan bekerja berdasarkan kebijakan organisasi/rumah sakit dan prosedur tindakan yang berlaku.
10.  Pelimpahan tugas secara bijaksana, dan ketahui lingkup tugas masing-masing. Jangan pernah menerima atau meminta orang lain menerima tanggung jawab yang tidak dapat anda tangani.

E. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas menjadi jelas bahwa masalah malpraktik bersifat sangat kompleks karena berbagai faktor yang terkait didalamnya. Sebagai perawat profesional dituntut untuk selalu meningkatkan kemampuannya dengan mengikuti perkembangan yang terjadi baik oleh karena perkembangan IPTEK khususnya IPTEK keperawatan, tuntutan dan kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat.
Saat ini perawat diperhadapkan pada berbagai tuntutan pelayanan profesional melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang apabila melakukan kesalahan dan kelalaian akan diperhadapkan pada suatu tuntutan baik dari organisasi profesi, organisasi pelayanan kesehatan, dan tututan hukum.
Perawat di Indonesia sangat berisiko melakukan malpraktik karena tidak didukung oleh kemampuan yang memadai (profesional dalam bidangnya), banyak mengerjakan tindakan kolaboratif/tindakan invasif yang mungkin bukan bidang pekerjaannya sebagai layaknya seorang perawat profesional. Sehingga untuk masalah ini diperlukan pembinaan dari semua pihak yang terkait.
Organisasi profesi sebagai wadah para anggotanya bertanggung jawab untuk meningkatkan mutu tenaga keperawatan sebagai konsekuensi perannya untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dan kesejahteraan anggotanya. Operasionalisasi kegiatan organisasi PPNI terjadi disemua tingkat organisasi baik di Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota, dan Komisariat
Instituasi pendidikan sebagai lembaga yang menghasilkan tenaga keperawatan profesional bertanggung jawab menyelenggarakan pendidikan secara berkualitas dengan cara mengembangkan dan mengorganisasikan kurikulum nasional kedalam kurikulum institusi, menyediakan segala sumber daya yang dapat mendukung sepenuhnya kegiatan pendidikan. Demikian pula perlu didukung tersedianya lahan praktik yang memungkinkan mengimplementasikan teori-teori kedalam situasi nyata, serta berbagai kebijakan yang mendukung.

0 komentar:

Posting Komentar