ILMU
KEPERAWATAN DASAR 1
MAKALAH
Issue
Dalam Dunia Keperawatan
Malpraktek
Konflik
Perawat dan Pasien
Dosen
Pembimbing :
H.
Ns. Hasbi, Am.Kep, S.Kep
Disusun
Oleh :
Eko Maulia Mahardika
2013 21 013
S1 Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Baiturrahim Jambi
TA : 2013/2014
1). MALPRAKTEK DALAM KEPERAWATAN
A.
Defenisi MALPRAKTEK
Source from : http://kehidupan18ku.blogspot.com/2012/12/malpraktek-dalam-keperawatan.html pukul
07:45 pm 10 Desember 2013
Dalam suatu kasus di California tahun 1956 (Guwandi,
1994) mendefinisikan Malpraktik adalah kelalaian dari seorang dokter
atau perawat untuk menterapkan tingkat ketrampilan dan pengetahuannya di dalam
memberikan pelayanan pengobatan dan perawatan terhadap seorang pasien yang
lazim diterapkan dalam mengobati dan merawat orang sakit atau terluka di
lingkungan wilayah yang sama (Malpractice is the neglect of a physician
or nuse to apply that degree of skil and learning on treating and nursing a
patient which is customarily applied in treating and caring for the sick or
wounded similiarly in the same community).
Ellis dan Hartley (1998) mengungkapkan bahwa malpraktik merupakan batasan yang
spesifik dari kelalaian (negligence) yang ditujukan kepada seseorang yang telah
terlatih atau berpendidikan yang menunjukkan kinerjanya sesuai bidang
tugas/pekejaannya. Terhadap malpraktek dalam keperawatan maka malpraktik adalah
suatu batasan yang dugunakan untuk menggambarkan kelalaian perawat dalam
melakukan kewajibannya.
Ada dua istilah yang sering dibicarakan secara bersamaan
dalam kaitan malpraktik yaitu kelalaian dan malpratik itu sendiri. Kelalaian
adalah melakukan sesuatu dibawah standar yang ditetapkan oleh aturan/hukum guna
melindungi orang lain yang bertentangan dengan tindakan-tindakan yang tidak
beralasan dan berisko melakukan kesalahan (Keeton, 1984 dalam Leahy dan
Kizilay, 1998).
Menurut Hanafiah dan Amir (1999) mengatakan bahwa
kelalaian adalah sikap yang kurang hati-hati, yaitu tidak melakukan apa yang
seseorang dengan sikap hati-hati melakukannya dengan wajar, atau sebaliknya
melakukan apa yang seseorang dengan sikap hati-hati tidak akan melakukannya
dalam situasi tersebut.
Guwandi (1994) mengatakan bahwa kelalaian adalah kegagalan untuk bersikap
hati-hati yang umumnya seorang yang wajar dan hati-hati akan melakukan di dalam
keadaan tersebut , ia merupakan suatu tindakan yang seorang dengan hati-hati
yang wajar tidak akan melakukan di dalam keadaan yang sama atau kegagalan untuk
melakukan apa yang seorang lain dengan hati-hati yang wajar justru akan
melakukan di dalam keadaan yang sama.
Dari pengertian di atas dapat diartikan bahwa kelalaian
lebih bersifat ketidaksengajaan, kurang teliti, kurang hati-hati, acuh tak
acuh, sembrono, tidak peduli terhadap kepentingan orang lain, namun akibat yang
ditimbulkan memang bukanlah menjadi tujuannya. Kelalaian bukanlah suatu
pelanggaran hukum atau kejahatan, jika kelalaian itu tidak sampai membawa
kerugian atau cedera kepada orang lain dan orang itu dapat menerimanya (Hanafiah
& Amir, 1999). Tetapi jika kelalaian itu mengakibatkan kerugian materi,
mencelakakan bahkan merengut nyawa orang lain, maka ini dklasifikasikan sebagai
kelalaian berat (culpa lata), serius dan kriminal.
Malpraktek tidaklah sama dengan kelalaian. Malpraktik sangat
spesifik dan terksait dengan status profesional dari pemberi pelayanan dan
standar pelayanan profesional Malpraktik adalah kegagalan seorang profesional
(misalnya dokter dan perawat) melakukan sesuai dengan standar profesi yang
berlaku bagi seseorang yang karena memiliki ketrampilan dan pendidikan (Vestal,K.W,
1995). Hal ini bih dipertegas oleh Ellis & Hartley (1998) bahwa
malpraktik adalah suatu batasan spesifik dari kelalaian. Ini ditujukan pada
kelalaian yang dilakukan oleh yang telah terlatih secara khusus atau seseorang
yang berpendidikan yang ditampilkan dalam pekerjaannya. Oleh karena itu batasan
malpraktik ditujukan untuk menggambarkan kelaliaian oleh perawat dalam
melakukan kewjibannya sebagai tenaga keperawatan.
Kelalaian memang termasuk dalam arti malpraktik, tetapi
didalam malpraktik tidak selalu harus ada unsur kelalaian. Malpraktik lebih
luas daripada negligence.Karena selain mencakup arti kelalaian, istilah
malpraktik pun mencakup tindakan-tindakan yang dilakukan dengan sengaja (criminal
malpractice) dan melanggar Undang-undang. Didalam arti kesengajaan tersirat
ada motifnya (guilty mind) sehingga tuntutannya dapat bersifat perdata
atau pidana.
Dapat
ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan malpraktik adalah :
- Melakukan suatu hal yang seharusnya tidak boleh dilakukan oleh seorang tenaga kesehatan.
- Tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan atau melalaikan kewajibannya (negligence)
- Melanggar suatu ketentuan menurut atau berdasarkan peraturan perundang-undangan.
B. Malpraktik dalam keperawatan.
Banyak
kemungkinan yang dapat memicu perawat melakukan kelalaian atau malpraktik.
Perawat dan masyarakat pada umumnya tidak dapat membedakan antara kelalaian dan
malpraktik. Walaupun secara nyata jelas penbedaannya sebagaimana telah
diuraikan terdahulu. Malpraktik lebih spesifik dan terkait dengan status
profesional seseorang misalnya perawat, dokter atau penasehat hukum.
Menurut Vestal,
K.W. (1995) mengatakan bahwa untuk mengatakan secara pasti malpraktik
,apabila penggugat dapat menunjukkan dibawah ini :
1. Duty – Pada saat terjadinya cedera,
terkait dengan kewajibanya yaitu kewajiban untuk mempergunakan segala ilmu dan
kepandaiannya untuk menyembuhkan atau setidak-tidaknya meringankan beban
penderitaan pasiennya berdasarkan stadar profesi. Hubungan perawat-klien
menunjukkan bahwa melakukan kewajiban berdasarkan standar keperawatan.
2. Breach of the duty--- pelanggaran terjadi sehubungan
dengan kewajibannya artinya menyimpang dari apa yang seharusnya dilakukan
menurut standar profesinya.Pelanggaran yang terjadi terhadap pasien (misalnya
kegagalan dalam memenuhi standar keperawatan yang ditetapkan sebagai kebijakan
rumah sakit.
3. Injury – Seseorang mengalami injury atau
kerusakan (damage) yang dapat dituntut secara hukum (misalnya pasien mengalami
cedera sebagai akibat pelanggaran. Keluhan nyeri, atau adanya penderitaan atau
stress emosi dapat dipertimbangkan sebagai akibat cedera hanya jika terkait
dengan cedera fisik).
4. Proximate caused—pelanggaran terhadap kewajibannya
menyebabkan/terkait dengan injury yang dialami (misalnya cedera yang terjadi
secara langsung berhubungan dengan pelanggaran terhadap kewajiban perawat
terhadap pasien).
Sebagai penggugat, harus mampu
menunjukkan bukti pada setiap elemen dari keempat elemen di atas. Jika semua
elemen itu dapat dibuktikan hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi malpraktik,
dan perawat berada pada tuntutan malpraktik. Terhadap tuntutan malpraktik ,
pelanggaran dapat bersifat pelanggaran :
1. Pelanggaran etika profesi. Terhadap pelanggaran ini
sepenuhnya oleh organisasi profesi ( Majelis Kode Etik Keperawatan) sebagaimana
tercamtum pada pasal 26 dan 27 Anggaran Dasar PPNI. Sebagaimana halnya
doter, maka perawat pun merupakan tenaga kesehatan yang preofesional yang
menghadapi banyak masalah moral/etik sepanjang melaksanakan praktik
profesional. Beberapa masalah etik yang sering terjadi pada tenaga keperawatan
antara lain moral unpreparedness, moral blindness, amoralism, dan moral
fanatism. Untuk menangani masalah etika yang terjadi pada tenaga keperawatan
dilakukan organisasi profesi keperawatan (PPNI) melalui Majelis Kode Etik
Keperawatan.
2. Sanksi administratif.
Berdasarkan Keppres No.56 tahun 1995 dibentuk Majelis Disiplin Tenaga
Kesehatan(MDTK) dalam rangka pemberian perlindungan yang seimbang dan
objetif kepada tenaga kesehatan dan masyarakat penerima pelayanan kesehatan.
MDTK bertugas meneliti dan menentukan ada atau tidaknya kesalahan atau kelalaian
dalam menerapkan standar profesi yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dalam
memberikan pelayanan kesehatan. Berdasarkan hasil pemeriksaan MDTK akan
dilaporkan kepada pejabat kesehatan berwenang untuk mengambil tindakan disiplin
terhadap tenaga kesehatan dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Tindakan sebagaimana yang dimaksud tidak mengurangi ketentuan
pada : pasal 54 ayat (1) dan ayat (2) UU No.23 tahun 1992 tentang Kesehatan,
yaitu : (1). Terhadap tenaga kesehatan yang melakukan kesalahan atau
kelalaian dalam melaksanakan profesinya dapat dikenakan tindakan disiplin.
(2). Penentuan ada tidaknya
kesalahan atau kelalaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditentukan oleh
Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan.
Keanggotaan MDTK terdiri dari unsur
Sarjana Hukum, ahli kesehatan yang diwakili organisasi profesi di bidang
kesehatan, ahli agama, ahli psikologi, dan ahli sosiologi. Organisasi ini
berada baik di tingkat pusat, juga ditingkat Propinsi. Sejauh ini di Sulawesi
Selatan belum terbentuk MDTK.
3. Pelanggaran hukum. Pelanggaran dapat bersifat perdata
maupun pidana. Pelanggaran yang bersifat perdata sebagaimana pada UU
No.23 tahun 1992 pada pasal 55 ayat (1) dan ayat (2) berbunyi:
(1) Setiap
orang berhak atas ganti rugi akibat kesdalahan atau kelalaian yang dilakukan
tenaga kesehatan.
(2). Ganti
rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku..
Hal yang
berhubungan dengan ganti rugi dapat bersifat negosiasi atau diselesaikan
melalui pengadilan. Pelanggaran yang bersifat pidana sebagaimana pada UU
No.23 tahun 1992 pada Bab X (Ketentuan Pidana) berupa pidana penjara dan atau
pidana denda, atau sebagimana pada pasal 61 dan 62 UU No. 8 tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen, berbunyi :
Pasal 61 : Penentuan pidana dapat
dilakukan terhadap pelaku usaha dan/atau pengurusnya.
Pasal 62 :
(1).
Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, pasal
8, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c,
huruf e, ayat (2), dan Pasal 18 dipidana dengan penjara paling lama 5 (lima)
tahun atau pidana denda paling banyak Rp.2.000.000.000.00 (dua miliar rupiah).
(2).
Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11,
Pasal 12, Pasal 13 ayat (1) huruf d dan huruf f dipidana dengan pidana penjara
paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda banyak Rp. 500.000.000.00 (lima
ratus juta rupiah).
(3).
Terhadap pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit berat, cacat tetap
atau kematian diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku.
C. Bidang pekerjaan perawat yang
berisiko melakukan kesalahan :
Caffee
(1991) dalam Vestal, K.W. (1995) mengidentifikasi 3 area dimana perawat berisiko melakukan
kesalahan yaitu Pada tahap pengkajian keperawatan (assessment errors), Perencanaan
keperawatan (planning errors), dan tindakan intervensi keperawatan
(intervention errors). Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan sebagai berikut
:
1. Assessment errors, termasuk kegagalan mengumpulkan
data/informasi tentang pasien secara adekuat, atau kegagalan mengidentifikasi
informasi yang diperlukan seperti data hasil pemeriksaan laboratorium,
tanda-tanda vital, atau keluhan pasien yang membutuhkan tindakan segera.
Kegagalan dalam pengumpulan data akan berdampak pada ketidaktepatan menetapkan
diagnosa keperawatan dan lebih lanjut akan mengakibatkan dalam
kesalahan/ketidaktepatan dalam tindakan.
Untuk menghindari kesalahan ini,
perawat seharusnya dapat mengumpulkan data dasar secara komprehensif dan
mendasar.
2. Planning errors, termasuk :
a. Kegagalan mencatat masalah pasien
dan kelalaian menuliskan dalan rencana keperawatan.
b. Kegagalan mengkomunikasikan secara
efektif rencana keperawatan yang telah dibuat (misalnya menggunakan bahasa
dalam rencana keperawatan dimana perawat yang lain tidak memahami dengan
pasti).
c. Kegagalan memberikan asuhan
keperawatan secara berkelanjutan yang disebabkan kurangnya informasi yang
diperoleh dari rencana keperawatan.
d. Kegagalan memberikan instruksi yang
dapat dimengerti oleh pasien.
Untuk mencegah kesalahan tersebut
diatas, jangan hanya megira-ngira dalam membuat rencana keperawatan tanpa
dipertimbangkan dengan sebaik-baiknya. Seharusnya dalam menulisan harus dengan
pertimbangan yang jelas dengan berdasarkan masalah pasien. Bila dianggap perlu,
lakukan modifikasi rencana berdasarkan data baru yang terkumpul. Rencana harus
realistik, berdasarkan standar yang telah ditetapkan termasuk pertimbangan yang
diberikan oleh pasien. Komunikasikan secara jelas baik secara lisan maupun
dengan tulisan. Bekerja berdasarkan rencana dan dilakukan secara hati-hati
instruksi yang ada. Setiap pendapatnya perlu divalidasi dengan teliti.
3. Intervention errors, termasuk kegagalan
menginterpretasikan dan melaksanakan tindakan kolaborasi, kegagalan melakukan
asuhan keperawatan secara hati-hati, kegagalan mengikuti/mencatat
order/perintah dari dokter atau dari supervisor. Kesalahan pada tindakan
keperawatan yang sering terjadi adalah kesalahan dalam membaca perintah/order,
mengidentifikasi pasien sebelum dilakukan tindakan/prosedur, memberikan obat,
dan terapi pembatasan (restrictive therapy). Dari seluruh kegiatan ini
yang paling berbahaya nampaknya pada tindakan pemberian obat, oleh karena itu
perlunya komunikasi baik diantara anggota tim kesehatan maupun terhadap pasien
dan keluarganya.
Untuk menghindari kesalahan ini,
sebaiknya rumah sakit tetap melaksanakan program pendidikan berkelanjutan (Continuing
Nursing Education).
Beberapa contoh kesalahan perawat :
1. Pada pasien usia lanjut, pasien
mengalami disorientasi pada saat berada diruang perawatan. Perawat tidak
membuat rencana keperawatan guna memonitoring dan mempertahankan keamanan
pasien dengan memasang penghalang tempat tidur. Sebagai akibat disorientasi,
pasien kemudian terjatuh dari tempat tidur pada waktu malam hari dan pasien
mengalami patah tulang tungkai.
2. Pada pasien dengan pasca bedah
disarankan untuk melakukan ambulasi. Perawat secara drastis menganjurkan pasien
melakukan mobilisasi berjalan, pada hal disaat itu pasien mengalami demam,
denyut nadi cepat, dan mengeluh nyeri abdomen. Perawat melakukan ambulasi pada
pasien sesuai rencana keperawatan yang telah dibuat tanpa mengkaji terlebih
dahulu kondisi pasien. Pasien kemudian bangun dan berjalan, pasien mengeluh pusing
dan jatuh sehingga pasien mengalami trauma kepala.
D. Bagaimana mencegah adanya
tuntutan malpraktik
Sangat
perlu bagi seorang perawat beru[aya melakukan sesuatu guna mencegah terjadinya
tuntutan malpraktik yaitu upaya mempertahankan standar pelayanan/asuhan yaqng
berkualitas tinggi. Hal ini dilakukan dalam pekerjaan sebagai perawat yaitu
meningkatkan kemampuan dalam praktik keperaweatan dan menciptakan iklim yang
dapat mendorong peningkatan praktik keperawatan., yaitu :
1. kesadaran diri (self-awareness):
Yaitu
mengidentifikasi dan memahami pada diri sendiri tentang kekutan dan kelamahan
dalam praktik keperawatan. Bila terindentifikasi akan kelemahan yang dimiliki
maka berusahalah untuk mencari penyelesaiannya. Beberapa hal yang dapat
dilakukan yaitu melalui pendidikan, pengalaman langsung, atau berdiskusi dengan
teman sekerja/kolega. Apabila berhubungan seorang supervisor, sebaiknya
bersikap terbuka akan kelemahannnya dan jangan menerima tanggung jawab dimana
perawat yang bersangkutan belum siap untuk itu. Jangan menerima suatu jabatan
atau pekerjaan kalau menurut kriteria yang ada tidak dapat dipenuhi.
2. Beradaptasi terhadap tugas yang
diemban
Tenaga
keperawatan yang diberika tugas pada suatu unit perawatan dimana dia merasa
kurang berpengalaman dalam merawat pasien yang ada di unit tersebut, maka
sebaiknya perawat perlu mengikuti program orientasi/program adaptasi di unit
tersebut. Perawat perlu berkonsultasio dengan perawat senior yang aa diunit
terbut
3. Mengikuti kebijakan dan prosedur
yang ditetapkan
Seorangmperawat
dalam melaksanakan tugasnya harus sealu mempertimbangkan kebijakan dan prosedur
yang berlaku di unit tersebut. Ikuti kebijakan dan prosedur yang berlaku secara
cermat, misalnya kebijakan/prosedur yang berhubungan dengan pemberian obat pada
pasien.
4. Mengevaluasi kebijakan dan prosedur
yang berlaku
Ilmu
pengetahuan dan tehnologi keperawatan bersifat dinamis artinya berkembang
secara terus menerus. Dalam perkembangannya, kemungkinan kebijakan dan prosedur
yang ada diperlukan guna menyesuaikan dengan perkembangan yang terjadi. Oleh
krena itu itu ada kebutuhan untuk menyeuaikan kebijakan dan proseudr atau
protokol tertentu. Untuk itu merupakan tanggung jawab perawat profesional
bekerja guna mempertahankan mutu pelayanan sesuai dengan tuntutan perkembangan.
5. Pendokumentasian
Pencatatan perawat dapat dikatakan
sesuatu yang unit dalam tatanan pelayanan kesehatan, karena kegiatan ini
dilakukan selama 24 jam. Aspa yang dicatat oleh perawat merupakan faktor yang
krusial guna menghindari suatu tuntutan. Dokumentasi dalam suatu pencatatan
adalah laporan tentang pengamatan yang dilakukan, keputusan yang diambil,
kegiatan yang dilakukan, dan penilaian terhadap respon pasien.
Oleh karena setiap kasus ditentukan
adanya fakta yang mednkung suatu tuntutan, maka diperlukan pencatatan yang
jelas dan relevan. Pencatatan diperlukan secara jelas, benar, dan jelas
sehingga dapat dipahami.
Vestal, K.W (1995) memberikan pedoman guna mencegah
terjadinya malpraktik, sebagai berikut :
1. Berikan kasih sayang kepada pasien
sebagaimana anda mengasihi diri sendiri. Layani pasien dan keluarganya dengan
jujur dan penuh rasa hormat.
2. Gunakan pengetahuan keperawatan
untuk menetapkan diagnosa keperawatan yang tepat dan laksanakan intervensi
keperawatan yang diperlukan. Perawat mempunyai kewajiban untuk menyusun
pengkajian dan melaksanakan pengkajian dengan benar.
3. Utamakan kepentingan pasien. Jika
tim kesehatan lainnya ragu-ragu terhadap tindakan yang akan dilakukan atau
kurang merespon terhadap perubahan kondisi pasien, diskusikan bersama dengan
tim keperawatan guna memberikan masukan yang diperlukan bagi tim kesehatan
lainnya.
4. Tanyakan saran/order yang diberikan
oleh dokter jika : Perintah tidak jelas,masalah itu ditanyakan oleh pasien atau
pasien menolak, tindakan yang meragukan atau tidak tepat sehubungan dengan
perubahan dari kondisi kesehatan pasien. Terima perintah dengan jelas dan
tertulis.
5. Tingkatkan kemampuan anda secara
terus menerus, sehingga pengetahuan/kemampuan yang dimiliki senantiasa
up-to-date. Ikuti perkemangan yang terbaru yang terjadi di lapangan pekerjaan
dan bekerjalah berdasarkan pedoman yang berlaku.
6. Jangan melakukan tindakan dimana
tindakan itu belum anda kuasai.
7. Laksanakan asuhan keperawatan
berdasarkan model proses keperawatan. Hindari kekurang hati-hatian dalam
memberikan asuhan keperawatan.
8. Catatlah rencana keperawatan dan
respon pasien selama dalam asuhan keperawatan. Nyatakanlah secara jelas dan
lengkap. Catatlah sesegera mungkin fakta yang anda observasi secara jelas.
9. Lakukan konsultasi dengan anggota
tim lainnya. Biasakan bekerja berdasarkan kebijakan organisasi/rumah sakit dan
prosedur tindakan yang berlaku.
10. Pelimpahan tugas secara bijaksana,
dan ketahui lingkup tugas masing-masing. Jangan pernah menerima atau meminta
orang lain menerima tanggung jawab yang tidak dapat anda tangani.
E. Kesimpulan
Berdasarkan
uraian di atas menjadi jelas bahwa masalah malpraktik bersifat sangat kompleks
karena berbagai faktor yang terkait didalamnya. Sebagai perawat profesional
dituntut untuk selalu meningkatkan kemampuannya dengan mengikuti perkembangan
yang terjadi baik oleh karena perkembangan IPTEK khususnya IPTEK keperawatan,
tuntutan dan kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat.
Saat ini
perawat diperhadapkan pada berbagai tuntutan pelayanan profesional melalui
peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang apabila melakukan kesalahan dan
kelalaian akan diperhadapkan pada suatu tuntutan baik dari organisasi profesi,
organisasi pelayanan kesehatan, dan tututan hukum.
Perawat di
Indonesia sangat berisiko melakukan malpraktik karena tidak didukung oleh
kemampuan yang memadai (profesional dalam bidangnya), banyak mengerjakan
tindakan kolaboratif/tindakan invasif yang mungkin bukan bidang pekerjaannya
sebagai layaknya seorang perawat profesional. Sehingga untuk masalah ini
diperlukan pembinaan dari semua pihak yang terkait.
Organisasi
profesi sebagai wadah para anggotanya bertanggung jawab untuk meningkatkan mutu
tenaga keperawatan sebagai konsekuensi perannya untuk meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan dan kesejahteraan anggotanya. Operasionalisasi kegiatan
organisasi PPNI terjadi disemua tingkat organisasi baik di Pusat, Provinsi,
Kabupaten/Kota, dan Komisariat
Instituasi
pendidikan sebagai lembaga yang menghasilkan tenaga keperawatan profesional
bertanggung jawab menyelenggarakan pendidikan secara berkualitas dengan cara
mengembangkan dan mengorganisasikan kurikulum nasional kedalam kurikulum
institusi, menyediakan segala sumber daya yang dapat mendukung sepenuhnya
kegiatan pendidikan. Demikian pula perlu didukung tersedianya lahan praktik
yang memungkinkan mengimplementasikan teori-teori kedalam situasi nyata, serta
berbagai kebijakan yang mendukung.
0 komentar:
Posting Komentar